Menikah dan berkeluarga itu bukan persoalan keinginan
seseorang. Oleh karena itu, lelaki dan perempuan lajang tidak perlu ditanya
apakah mereka ingin menikah atau tidak, karena menikah itu bukan soal ingin.
Kalau menikah dipahami hanya persoalan ingin, maka ada orang tidak mau menikah
dengan alasan tidak ingin, dan ada orang yang menikah setiap hari karena selalu
ingin. Menikah adalah tugas peradaban, karena hanya dengan pernikahanlah akan
lahir peradaban kemanusiaan yang mulia di masa depan.
Lelaki dan
perempuan lajang hendaklah menyiapkan diri menuju pernikahan yang sesuai dengan
tuntunan agama dan aturan negara. Jika belum memiliki cukup kekuatan motivasi
untuk menikah, perhatikanlah berbagai tujuan mulia dari pernikahan yang
dituntunkan agama. Menikah itu bukan semata-mata penyaluran hasrat biologis,
namun menikah merupakan sarana terbentuknya masyarakat, bangsa dan negara yang
kuat serta bermartabat.
Menikah
memiliki tujuan-tujuan mulia dan jelas. Bukan semata-mata urusan pribadi
seseorang. Di antara tujuan pernikahan adalah sebagai berikut:
1.
Melaksanakan tuntunan para Rasul
Menikah
adalah ajaran para Nabi dan Rasul. Hal ini menunjukkan, pernikahan bukan
semata-mata urusan kemanusiaan semata, namun ada sisi Ketuhanan yang sangat
kuat. Oleh karena itulah menikah dicontohkan oleh para Rasul dan menjadi bagian
dari ajaran mereka, untuk dicontoh oleh umat manusia.
“Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (QS. Ar Ra’du: 38).
Ayat di atas
menjelaskan bahwa para Rasul itu menikah dan memiliki keturunan. Rasulullah Saw
bersabda, “Empat perkara yang termasuk sunnah para rasul, yaitu sifat malu,
memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi dan Ahmad).
2.
Menguatkan Ibadah
Menikah
adalah bagian utuh dari ibadah, bahkan disebut sebagai separuh agama. Tidak
main-main, menikah bukan sekadar proposal pribadi untuk “kepatutan” dan
“kepantasan” hidup bermasyarakat. Bahkan menikah menjadi sarana menggenapi sisi
keagamaan seseorang, agar semakin kuat ibadahnya.
Nabi Saw
bersabda, “Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya,
maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya” (HR. Al Baihaqi dalam
Syu’abul Iman).
3. Menjaga
kebersihan dan kebaikan diri
Semua
manusia memiliki insting dan kecenderungan kepada pasangan jenisnya yang
menuntut disalurkan secara benar. Apabila tidak disalurkan secara benar, yang
muncul adalah penyimpangan dan kehinaan. Banyaknya pergaulan bebas, fenomena
aborsi di kalangan mahasiswa dan pelajar, kehamilan di luar pernikahan,
perselingkuhan, dan lain sebagainya, menjadi bukti bahwa kecenderungan syahwat
ini sangat alami sifatnya. Untuk itu harus disalurkan secara benar dan
bermartabat, dengan pernikahan.
Rasulullah
Saw bersabda, “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian berkemampuan
untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan
lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka
hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya” (Hadits Shahih Riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, dan Baihaqi).
Rasulullah
Saw bersabda: “Barangsiapa yang dijaga oleh Allah dari dua keburukan maka ia
akan masuk surga: sesuatu di antara dua bibir (lisan) dan sesuatu di antara dua
kaki (kemaluan)” (HR. Tirmidzi dan Al Hakim. Albani mentashihkan dalam As
Sahihah).
4.
Mendapatkan ketenangan jiwa
Perasaan
tenang, tenteram, nyaman atau disebut sebagai sakinah, muncul setelah menikah.
Tuhan memberikan perasaan tersebut kepada laki-laki dan perempuan yang
melaksanakan pernikahan dengan proses yang baik dan benar. Sekadar penyaluran
hasrat biologis tanpa menikah, tidak akan bisa memberikan perasaan ketenangan
dalam jiwa manusia.
“Dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang” (QS. Ar Rum: 21).
5.
Mendapatkan keturunan
Tujuan mulia
dari pernikahan adalah mendapatkan keturunan. Semua orang memiliki
kecenderungan dan perasaan senang dengan anak. Bahkan Nabi menuntutkan agar
menikahi perempuan yang penuh kasih sayang serta bisa melahirkan banyak
keturunan. Dengan memiliki anak keturunan, akan memberikan jalan bagi
kelanjutan generasi kemanusiaan di muka bumi. Jenis kemanusiaan akan terjaga
dan tidak punah, yang akan melaksanakan misi kemanusiaan dalam kehidupan.
“Dan Allah
menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari
yang baik” (QS. An-Nahl: 72).
6. Investasi
akhirat
Anak adalah
investasi akhirat, bukan semata-mata kesenangan dunia. Dengan memiliki anak
yang shalih dan shalihah, akan memberikan kesempatan kepada kedua orang tua
untuk mendapatkan surga di akhirat kelak.
Rasulullah
Saw bersabda, “Di hari kiamat nanti orang-orang disuruh masuk ke
dalam surga, namun mereka berkata: wahai Tuhan kami, kami akan masuk setelah
ayah dan ibu kami masuk lebih dahulu. Kemudian ayah dan ibu mereka datang. Maka
Allah berfirman: Kenapa mereka masih belum masuk ke dalam surga, masuklah kamu
semua ke dalam surga. Mereka menjawab: wahai Tuhan kami, bagaimana nasib ayah
dan ibu kami? Kemudian Allah menjawab: masuklah kamu dan orang tuamu ke dalam
surga” (HR. Imam Ahmad dalam musnadnya).
7.
Menyalurkan fitrah
Di antara
fitrah manusia adalah berpasangan, bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan
untuk menjadi pasangan agar saling melengkapi, saling mengisi, dan saling
berbagi. Kesendirian merupakan persoalan yang membuat ketidakseimbangan dalam
kehidupan. Semua orang ingin berbagi, ingin mendapatkan kasih sayang dan
menyalurkan kasih sayang kepada pasangannya.
Manusia juga
memiliki fitrah kebapakan serta keibuan. Laki-laki perlu menyalurkan fitrah
kebapakan, perempuan perlu menyalurkan fitrah keibuan dengan jalan yang benar,
yaitu menikah dan memiliki keturunan. Menikah adalah jalan yang terhormat dan
tepat untuk menyalurkan berbagai fitrah kemanusiaan tersebut.
8. Membentuk
peradaban
Menikah
menyebabkan munculnya keteraturan hidup dalam masyarakat. Muncullah keluarga
sebagai basis pendidikan dan penanaman nilai-nilai kebaikan. Lahirlah
keluarga-keluarga sebagai pondasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Dengan menikah, terbentuklah tatanan kehidupan kemasyarakatan yang
ideal. Semua orang akan terikat dengan keluarga, dan akan kembali kepada
keluarga.
Perhatikanlah
munculnya anak-anak jalanan yang tidak memiliki keluarga atau terbuang dari
keluarga. Mereka menggantungkan kehidupan di tengah kerasnya kehidupan jalanan.
Padahal harusnya mereka dibina dan dididik di tengah kelembutan serta
kehangatan keluarga. Mereka mungkin saja korban dari kehancuran keluarga, dan
tidak bisa dibayangkan peradaban yang akan diciptakan dari kehidupan jalanan
ini.
Peradaban
yang kuat akan lahir dari keluarga yang kuat. Maka menikahlah untuk membentuk
keluarga yang kuat. Dengan demikian kita sudah berkontribusi menciptakan
lahirnya peradaban yang kuat serta bermartabat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar